AIMI: 50% Tenaga Kesehatan Tak Dapat Sosialisasi Pentingnya ASI

Berbagi informasi terkini dari detikcom bersama teman-teman Anda Connect with Facebook

Jakarta, Pentingnya ASI terhadap kesehatan ibu dan anak tidak diragukan lagi. Untuk mendukung fakta tersebut diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk tenaga kesehatan. Sayangnya, berdasarkan hasil penelitian terbaru tenaga kesehatan Indonesia saat ini belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai kebijakan tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dan World Vision Indonesia (WVI) ini melibatkan hampir 250 responden yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, dan bidan. Penelitian ini dilakukan selama Februari-April 2013 di 5 kota, yaitu DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta.

Hasilnya, ditemukan bahwa lebih dari 50 persen responden mengaku belum pernah mendapatkan sesi sosialisasi dan edukasi mengenai kebijakan menyusui. Sebagian besar responden yang pernah mendapat sosialisasi kebijakan pun mengaku tidak tahu atau tidak ingat pesan-pesan penting apa saja yang ada di dalam kebijakan tersebut.

Lebih jauh lagi, para tenaga kesehatan belum mendapatkan informasi yang memadai tentang cara mendukung ibu menyusui. Selain itu, hampir semua responden memiliki pengalaman bertemu dengan pasien yang mengalami kesulitan menyusui, namun tidak sampai 25 persen yang tahu bahwa pasien tersebut perlu diberi rujukan ke klinik laktasi atau konselor menyusui.

"Setelah melakukan penelitian, kami mendapati bahwa tenaga kesehatan merasa perlu mengembangkan pemahamannya akan kebijakan menyusui melalui sesi diskusi yang interaktif," ujar Sari Kailaku, Ketua Tim Riset Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dalam acara media gathering 'Pemahaman Tenaga Kesehatan Mengenai Kebijakan Menyusui di Indonesia', yang diadakan di Cheesecake Factory Cikini, Jl Cikini Raya, Jakarta, Kamis (13/6/2013).

Menurut Sari, para tenaga kesehatan ini merasa sosialisasi kebijakan yang selama ini dilakukan oleh manajemen pelayanan kesehatan kurang efektif. Sebab, sosialisasinya hanya mengandalkan surat edaran atau individu tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan untuk menyebarluaskan pada teman sejawatnya secara lisan.

"Perlu komitmen kita bersama agar kebijakan yang baik dapat diterapkan dengan lebih baik lagi," lanjutnya.

Menanggapi hasil penelitian tersebut, Asep Adam Mutaqin, SKM, MSi, selaku Subdit Bina Konsumsi Makanan Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan RI, mengungkapkan bahwa kurangnya informasi dan pelatihan yang diberikan pada tenaga kesehatan dan konselor memang salah satu penyebab pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih belum efektif.

"Selain dari masalah kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan, masalah lain seperti masih gencarnya promosi susu formula sangat memberikan efek yang kurang baik terhadap pemberian ASI," ujar Asep dalam acara yang sama.

Untuk ke depannya pihak Kemenkes RI menyatakan akan mengevaluasi kebijakan dan program terkait pelatihan tenaga kesehatan konselor ASI yang sudah terlaksana saat ini. Jika perlu akan dilakukan perubahan agar ke depannya jumlah pemberian ASI eksklusif di Indonesia bisa menjadi lebih baik lagi.

(vit/vit)

13 Jun, 2013


-
Source: http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656114/s/2d3aede1/l/0Lhealth0Bdetik0N0Cread0C20A130C0A60C130C1641490C22727210C7630Caimi0E50A0Etenaga0Ekesehatan0Etak0Edapat0Esosialisasi0Epentingnya0Easi/story01.htm
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com